Benarkah RPP Terbaru Satu Lembar? Cek Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2019
Ada kabar mengejutkan dalam dunia pendidikan di akhir tahun 2019 ini,
semenjak Bapak Presiden Jokowi menunjuk Bapak Nadiem Makarim sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam jajaran kabinetnya. Sudah
menjadi hal yang biasa, di Indonesia ketika berganti menteri khususnya
menteri pendidikan dan kebudayaan maka berganti pula kebijakan yang
dibuat. Entah apa yang menjadi maksud dan tujuan, namun yang pasti kami
sebagai rakyat khususnya para pelaksana program pendidikan memiliki
harapan yang lebih baik dengan program baru yang dibuatnya.
Beberapa tahun terakhir, setiap menteri yang menjabat memiliki kebijakan
yang berbeda-beda. Kebijakan tersebut tentunya tidak langsung diterima
oleh kalangan para pelaksana pendidikan. Misalnya saja, ketika dulu
diberlakukannya Kurikulum 2013 (K-13 atau kurtilas) tidak setiap sekolah
di berbagai daerah langsung menerimanya. Dengan alasan katanya
kurikulum tersebut sungguh sangat ribet alias repot, karena K-13
tersebut terkesan terlalu banyak mengurus administrasi. Mulai dari RPP
yang membutuhkan banyak halaman, penilaian yang ribet, dsb. Otomatis,
banyak sekolah di sebagian daerah menolaknya, dan lebih memilih
kurikulum 2006 (kurikulum KTSP).
Tak lama kemudian setelah menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru
menggantikan yang lama, maka berubah pula kebijakan termasuk kebijakan
implementasi K-13. Bapak Anies Baswedan yang kala itu menjabat, kemudian
memberikan pilihan kepada sekolah dimana sekolah boleh menerapkan K-13
atau kembali lagi ke kurikulum 2006 jika belum siap. Sempat heboh kala
itu, ada beberapa sekolah yang sampai mengadakan syukuran berupa
pembuatan tumpeng sebagai tanda K-13 tidak diwajibkan. Bapak Menteri
bukan tidak mendukung program implementasi K-13, hanya saja jika harus
dipaksakan maka akan berdampak buruk. Menurut beliau, perlu dikaji
kembali dengan baik, perlu disempurnakan kembali agar dalam
pelaksanaannya di lapangan benar-benar sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
Perbedaan K-2006 dengan K-13, salah satunya dilihat dari RPP.. RPP K-13
lebih banyak komponennya sehingga jumlah halamannya banyak. Satu
pertemuan saja, itu kurang lebih 10 halaman, belum dengan lampirannya
yang juga tidak kalah banyak. Tidak aneh saat sekolah sedang melakukan
Akreditasi, RPP yang akan diverifikasi ini ketebalannya sungguh sangat
luar biasa tebalnya. Apakah semuanya dicek satu-satu? Ya, begitulah
hanyalah sampel saja. Jadi, ngga berlebihan kita menyebutnya RPP itu
gunanya hanya untuk keperluan penilaian saja, selebihnya RPP ini hanya
tersimpan rapi di lemari. Terus gimana dong, RPP kan mesti dibawa
terutama saat kegiatan pembelajaran di kelas? Kayaknya jarang deh, ada
guru yang rajin bawa RPP ke kelas. 😂😂
Berdasarkan temuan-temuan tersebut di lapangan, mendikbud Nadiem Makarim
mengeluarkan kebijakan baru terkait RPP ini, melalui Surat Edaran Nomor
14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Tujuan dikeluarkan surat edaran tersebut yaitu penyusunan RPP agar
dilakukan dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid.
Setelah kita ketahui bersama, bahwa komponen RPP itu ada 13 (tiga belas)
yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.Nah
setelah ada perubahan ini, maka sekolah atau guru secara bebas dapat
memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP secara
mandiri untuk sebesar-besarnya keberhasilan belajar murid.
Nah, itulah penjelasan tentang perubahan RPP. Jadi kesimpulannya yaitu,
RPP lebih simpel atau sederhana, bisa dikatakan hanya memuat satu
halaman saja. Namun, bukan berarti RPP sebelumnya dihilangkan, tidak
seperti itu. Guru boleh-boleh saja menggunakan format RPP sebelumnya.
Hanya saja, guru tidak boleh lupa bahwa tujuan utama RPP ini yaitu demi
keberhasilan belajar murid sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat
edaran nomor 14 Tahun 2019.
Semoga Bermanfaat.
Post a Comment for "Benarkah RPP Terbaru Satu Lembar? Cek Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2019"